Jumat | 21 Februari 2025 | 23:13 Wita
MAGELANG – Sebanyak 53 kepala daerah tidak hadir pada hari pertama kegiatan orientasi (retret) yang diselenggarakan di Akademi Militer Magelang, Jumat (21/2/2025). Acara ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam membekali para kepala daerah dengan wawasan strategis untuk meningkatkan efektivitas kepemimpinan mereka di daerah masing-masing.
Meskipun jumlah kepala daerah yang tidak hadir cukup signifikan, retret tetap berlangsung sesuai jadwal dengan diikuti oleh 450 peserta yang telah terdaftar. Para peserta yang hadir diharapkan dapat menyerap materi yang disampaikan dan menerapkannya dalam pemerintahan di daerah mereka.
Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, dalam konferensi persnya mengungkapkan bahwa awalnya tercatat sebanyak 55 kepala daerah yang tidak hadir pada sesi pembukaan. Namun, di tengah konferensi pers, dua kepala daerah asal Papua tiba-tiba muncul, sehingga jumlah ketidakhadiran berkurang menjadi 53.
Menurut Bima Arya, terdapat beberapa alasan di balik ketidakhadiran para kepala daerah. Enam di antaranya telah memberikan surat izin dengan alasan sakit atau menghadiri acara keluarga yang tidak bisa ditinggalkan. Namun, yang menjadi perhatian adalah 47 kepala daerah lainnya yang tidak memberikan kabar atau konfirmasi terkait ketidakhadiran mereka.
Dalam upaya memastikan seluruh daerah tetap mendapatkan informasi yang disampaikan dalam retret ini, Bima Arya mengimbau agar kepala daerah yang berhalangan hadir dapat mengirimkan wakilnya. Jika wakil kepala daerah juga tidak bisa hadir, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) meminta agar sekretaris daerah (sekda) ditugaskan sebagai perwakilan. “Penting agar informasi yang disampaikan dalam retret ini dapat diterima dengan baik oleh semua daerah, sehingga pelaksanaannya di tingkat lokal bisa berjalan optimal,” ujar Bima.
Selain itu, bagi kepala daerah yang hanya mengutus sekda, mereka diwajibkan untuk hadir dalam gelombang retret selanjutnya. Jadwal retret berikutnya masih menunggu keputusan dari Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sengketa hasil Pilkada Serentak 2024, yang dapat mempengaruhi susunan kepemimpinan di beberapa daerah.
Kegiatan retret ini dijadwalkan berlangsung selama delapan hari, mulai dari 21 hingga 28 Februari 2025, dengan serangkaian materi yang dirancang untuk memperkuat kapasitas kepemimpinan kepala daerah. Beberapa topik utama yang dibahas mencakup pemahaman tentang program prioritas pemerintah, dinamika geopolitik, strategi pencegahan korupsi, perlindungan hak asasi manusia, serta pengelolaan keuangan daerah yang transparan dan akuntabel.
Meskipun ada beberapa kepala daerah yang absen, diharapkan materi yang disampaikan dalam retret ini tetap dapat diteruskan oleh peserta yang hadir kepada kolega mereka di daerah masing-masing. Dengan begitu, substansi dan tujuan dari retret ini dapat diimplementasikan secara efektif guna meningkatkan tata kelola pemerintahan daerah yang lebih baik dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Tanggapan Pakar Politik
Dosen Departemen Politik dan Ilmu Pemerintahan Universitas Diponegoro (Undip), Wijayanto, Ph.D., mengingatkan pentingnya memahami peran dan tanggung jawab kader partai politik yang telah diangkat sebagai kepala daerah. Ia menegaskan bahwa setelah menduduki jabatan publik, mereka bukan hanya sekadar kader partai, tetapi juga pejabat negara yang memiliki tugas resmi dalam pemerintahan.
“Kapasitas mereka sebagai pejabat publik tentu juga harus menghormati keputusan atasan dalam struktur organisasi pemerintahan dan ketatanegaraan,” ujar Wijayanto, yang juga menjabat sebagai Wakil Rektor Undip, dalam keterangannya pada Jumat, 21 Februari 2025.
Pernyataan tersebut disampaikan di tengah perdebatan mengenai larangan atau penundaan keikutsertaan dalam kegiatan retret di Akademi Militer (Akmil) Magelang bagi kader PDI Perjuangan yang saat ini menjabat sebagai kepala daerah. Keinginan untuk menunda keikutsertaan dalam retret tersebut merupakan bagian dari arahan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, sementara acara itu sendiri digelar atas inisiatif Presiden Prabowo Subianto.
Wijayanto menjelaskan bahwa sistem politik dan ketatanegaraan di Indonesia memiliki hierarki yang sangat jelas. Presiden menempati posisi tertinggi dalam struktur pemerintahan, disusul oleh gubernur yang berperan sebagai perwakilan pemerintah pusat di daerah. Gubernur memiliki kewenangan untuk membangun koordinasi dengan bupati dan wali kota, sehingga hubungan dan kewenangan antara pejabat pusat dan daerah harus dihormati sesuai dengan aturan yang berlaku.
Dalam konteks ini, ia menegaskan bahwa pejabat publik yang berasal dari kader partai politik harus memahami dan menaati prinsip hierarki tersebut. Meskipun loyalitas terhadap partai tetap penting, pejabat yang telah diangkat untuk melayani masyarakat seharusnya mengutamakan kebijakan struktural kenegaraan di atas kepentingan partai.
“Harus pula diingat, sebagai kepala daerah, mereka kini menjadi milik masyarakat luas, baik yang dulu memilihnya dalam Pilkada maupun yang tidak,” ujar alumnus program doktor Leiden Institute for Area Studies, Leiden University ini.
Ia menyitir sebuah ungkapan populer dalam politik Amerika Serikat, yang menyatakan bahwa seseorang akan menjadi kader partai dengan setia sampai rakyat memanggil. Artinya, ketika sudah diamanahi jabatan publik, kepentingan bangsa dan negara harus didahulukan daripada kepentingan pribadi maupun partai.
Inilah alasan utama mengapa kepala daerah yang baru saja dilantik oleh Presiden Prabowo semestinya hadir dalam acara retret di Akmil Magelang. Kehadiran mereka bukan sekadar bentuk kepatuhan terhadap perintah presiden, tetapi juga bagian dari tanggung jawab mereka sebagai pejabat publik yang harus selalu mendahulukan kepentingan nasional di atas kepentingan politik kelompok tertentu.