Kamis | 30 Oktober 2025
Kalangan Jambi — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan sebuah kisah menarik di hadapan para ekonom nasional, mengenai pertemuannya dengan 18 gubernur dari berbagai provinsi yang mendatangi kantornya untuk memprotes penurunan anggaran transfer ke daerah (TKD) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026.
Para kepala daerah itu, kata Purbaya, merasa alokasi TKD yang diajukan pemerintah pusat terlalu kecil dan dikhawatirkan akan menyebabkan kekurangan dana operasional dan pembangunan di daerah masing-masing pada tahun depan. Mereka menilai pemangkasan tersebut bisa berdampak pada terhambatnya sejumlah proyek strategis dan layanan publik yang sedang berjalan.
Sebagai latar belakang, pagu awal TKD dalam RAPBN 2026 hanya ditetapkan sebesar Rp649,99 triliun, angka yang turun tajam hingga Rp269 triliun dibandingkan dengan APBN 2025 yang mencapai Rp919,87 triliun. Penurunan tersebut sempat memicu kekhawatiran luas di kalangan pemerintah daerah, terutama karena sebagian besar anggaran pembangunan daerah masih bergantung pada transfer dari pusat.
Namun, setelah melalui pembahasan intensif dengan DPR, Kementerian Keuangan akhirnya menyetujui kenaikan TKD menjadi Rp693 triliun — tambahan sekitar Rp43 triliun dari rencana awal, meski masih jauh di bawah level tahun sebelumnya.
“Mereka datang ke saya, sekitar 18 gubernur, protes karena bilang uangnya kurang tahun depan,” ujar Purbaya dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia yang digelar di Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Mendengar keluhan itu, Purbaya mengaku langsung memeriksa kondisi kas masing-masing pemerintah daerah untuk melihat sejauh mana kebutuhan mereka mendesak. Hasilnya justru membuatnya terkejut: masih banyak dana pemerintah daerah yang menganggur di perbankan nasional dengan total sekitar Rp230 triliun.
“Saya lihat uangnya, ternyata ada sekitar Rp230 triliun yang nganggur. Kenapa itu tidak dipakai dulu biar ekonominya bergerak?” kata Purbaya dengan nada heran.
Menurutnya, fenomena penumpukan dana daerah di bank ini sudah menjadi masalah klasik yang berulang setiap tahun. Banyak pemda, jelas Purbaya, menahan belanja karena berbagai alasan administratif atau kekhawatiran audit, sehingga uang yang seharusnya digunakan untuk program pembangunan justru mengendap tanpa memberi dampak pada ekonomi riil.
Oleh sebab itu, Purbaya mendorong para gubernur untuk segera memanfaatkan dana tersebut sebelum meminta tambahan dari pusat. Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah memiliki tanggung jawab langsung dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya menjelang akhir tahun ketika konsumsi dan belanja publik berperan besar.
“Kalau dana itu dipakai untuk membiayai proyek-proyek produktif, ekonomi daerah bisa tumbuh lebih cepat, dan efeknya juga positif untuk nasional,” ujarnya. Ia berharap langkah ini dapat membantu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal IV 2025 menembus angka di atas 5,5 persen, sesuai target pemerintah.
Purbaya juga menambahkan bahwa efisiensi penggunaan anggaran daerah akan menjadi salah satu fokus utama reformasi fiskal tahun 2026, dengan tujuan agar setiap rupiah dari anggaran negara — baik pusat maupun daerah — benar-benar memberikan dampak nyata bagi masyarakat dan pembangunan ekonomi berkelanjutan.


